Pernah nggak sih kamu ngerasain galau yang berhari-hari dan mengganggu gitu?
Sekarang aku sedang mengalaminya. Nggak enak rasanya. Faktornya sih sepertinya jelas. Pertama aku sudah masuk usia kepala tiga namun belum menikah. Sebenarnya bukan itu banget masalahnya. Tapi karena hal lain yang berhubungan dengan belum nikah ini. Dengan belum nikahnya aku, jadi aku ngerasa belum bisa ngebahagiain orang tuaku, karena mereka pengen banget aku nikah. Apalagi kerabat-kerabat yang anaknya seumuran aku, bahkan jauh lebih muda dari aku, bukan cuman udah nikah, tapi udah punya cucu...
Itu sih yang lebih bikin aku galau yang bener2 sedih, orang tua. Kalau mau dipikir, ada aja sih yang hidupnya mungkin lebih berat dibandingkan aku, tapi bagaimanapun susah banget untuk mengontrol kesedihan ini menjadi lebih positif thinking. Salut sama orang yang kalo sedih bisa convert perasaannya dengan gampang jadi positif lagi. Sometimes, di tengah keadaan ini, aku mencoba berusaha kayak mikir, masih banyak yang perlu ku syukuri dalam hidup ini, tapi penyesalan yang nggak seharusnya aku rasain malah keluar satu persatu. Jadi kesel sama diri sendiri yang dulu aku rasa aku salah ambil keputusan dalam banyak hal. Aku tahu penyesalan itu hal yang nggak boleh dilakukan. Rasanya pingin aku tebus semuanya kesalahan dengan cepat, tapi aku tahu itu nggak bisa dilakukan dengan mudah. Tuhan pasti udah catat semua kesalahan-kesalahan ku di masa lalu dan listnya ada banyak. Dari sini sambil aku berusaha menebusnya dengan hal baik di masa depan, aku berpikir aku belajar aku harap aku bisa mengarahkan anak ku kelak jika Tuhan mengizinkan, mudah-mudahan anak ku nggak bodoh seperti aku dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Lebih cerdas, lebih bijak, dan lebih beruntung.
Kalau bukan karena merasa bersalah sama orang tua juga aku nggak akan segalau ini. Entah aku harus bersyukur atau nggak sama perasaan ini, karena punya rasa tanggung jawab gini buat ngebahagiain orang tua.
Ada yang bilang, kalo emang lagi sedih, nggak apa-apa. Jangan dipaksa untuk pura-pura nggak sedih. Puas-puasin saja untuk sedih. Baiklah...Aku pun nggak gampang mengajak diriku berkompromi untuk cepat menghilangkan kegalauan ini.
Sekarang aku lagi deket sama seseorang yang dikenalin seseorang. Aku sebenarnya terpaksa menjalani ini, nggak ada perasaan sama sekali. Qodarullah juga,belum ada orang lain yang aku harap akuj juga suka padanya, yang mengajakku serius untuk menikah. Satu-satunya yang bikin aku menerima orang yang nggak aku suka ini untuk dekat denganku adalah orang tuaku yang udah ingin banget aku nikah dan umur ku yang sudah masuk kepala tiga. Di ajaran agamaku pun mengatakan jika ada orang baik yang ingin ajak nikah, terima saja. Senang banget pasti rasanya jika orang itu merupakan orang yang kita suka. Seandainya aku seberuntung itu. Ini nih yang bikin aku tambah galau. Membayangkan, jika benar-benar jodohku menikah dengan bukan orang yang aku suka, tapi aku harus memaksa diriku menyukainya. Aku sebenarnya merasa bersalah dengan kata-kataku ini, tapi aku sangat berharap kalau Allah masih kasihan padaku, dan secepatnya memberikan keajaiban di hidupku, mempertemukan aku dengan laki-laki yang aku suka dan dia juga suka padaku dan kami berjodoh untuk menikah, menjadi couple dunia-akhirat. Jadi nggak ada perasaan terpaksa, insecure, dll dalam hubungan pernikahanku.
Sad.
Ada satu screenshoot dari Tulisan Tere Liye yang masih kusimpan. Rasanya agak nyangkut dikit sama keadaanku sekarang. Aku harap kata-kata terakhir dari quote Tere Liye ini terjadi dihidupku.
Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
Begini kutipan Tere Liye di bukunya:
"Cinta sejati selalu menemukan jalan. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberi jalan baiknya. Termasuk "kebetulan" yang menakjubkan."